Fusarium oxysporum

Jamur Fusarium sp. merupakan patogen tular tanah atau “soil-borne pathogen” yang termasuk parasit lemah. Jamur ini menular melalui tanah atau rimpang yang berasal dari tanaman jahe sakit, dan menginfeksi tanaman melalui luka pada rimpang. Luka tersebut dapat terjadi karena pengangkutan benih, penyiangan, pembumbunan, atau karena serangga dan nematode (Hariyanto dan Indo, 1990).

Lebih lanjut dikatakan, apabila kondisi lingkungan tidak menguntungkan, jamur bertahan hidup dalam rimpang, baik di lapangan maupun selama masa penyimpanan. Pada saat kondisi lingkungan menguntungkan, jamur akan menyebabkan pembusukan rimpang dan menular ke rimpang yang lain. Walaupun rimpang sudah tertular, gejala penyakit belum nampak karena memerlukan waktu beberapa bulan dan bila digunakan sebagai bibit sebagian besar tanaman akan terinfeksi jamur patogen tersebut.

Menurut Sastrahidayat (1990), pada medium PDA mula-mula miselium berwarna putih, semakin tua warna menjadi krem atau kuning pucat, dalam keadaan tertentu berwarna merah muda agak ungu. Miselium bersekat dan membentuk percabangan. Beberapa isolat Fusarium akan membentuk pigmen biru atau merah di dalam medium (Walker, 1957; Agrios, 2005). Daur hidup Fusarium oxysporum mengalami fase patogenesis dan saprogenesis. Pada fase patogenesis, jamur hidup sebagai parasit pada tanaman inang. Apabila tidak ada tanaman inang, patogen hidup di dalam tanah sebagai saprofit pada sisa tanaman dan masuk fase saprogenesis, yang dapat menjadi sumber inokulum untuk menimbulkan penyakit pada tanaman lain. Penyebaran propagul dapat terjadi melalui angin, air tanah, serta tanah terinfeksi dan terbawa oleh alat pertanian dan manusia (Doolite et al., 1961 dalam Winarni, 2004).

Menurut Alexopoulos et al. (1996), pengkelasan Fusarium oxysporum sebagai berikut.

Kingdom          : Mycetae

Divisi                : Amastigomycota

Sub divisi          : Deuteromycotina

Kelas khusus    : Deuteromycetes

Ordo khusus     : Moniliales

Famili khusus    : Tuberculariaceae

Genus khusus   : Fusarium

Spesies : Fusarium oxysporum Schlecht. f.sp. zingiberi Trujillo

Jamur Fusarium oxysporum menghasilkan 3 spora tak-kawin, yaitu mikrokonidium, makrokonidium, dan klamidospora. Konidiofor jarang bercabang, tidak membentuk rantai, tanpa sekat, elips-silindris, lurus-lonjong, pendek, dan sederhana, fialid lateral, dan berukuran (5-12) x (2,3-3,5) µm (Domsch et al., 1993). Mikrokonidium mempunyai satu atau dua sel, terdapat jumlah banyak, dan sering dihasilkan pada semua kondisi. Jenis spora ini banyak dijumpai di dalam jaringan tanaman terinfeksi. Sementara itu, makrokonidium mempunyai tiga sampai lima sel dan berbentuk lengkung. Jenis spora ini umumnya banyak dijumpai di permuakaan tanaman yang mati karena infeksi jamur ini (Agrios, 2005). Menurut Domsch et al., (1993), makrokonidium berbentuk gelendong, lonjong, ujung tajam, mempunyai 3-5 sekat, dan ukuran [(20-27) – (46-60) x (3,5-4,5 (5)] µm.

Klamidospora berbentuk bulat, berdinding tebal, dihasilkan di bagian ujung maupun di tengah miselium yang tua atau pada makrokonidium, dengan diameter 5-15 µm (Domsch et al., 1993). Menurut Sastrahidayat (1990), klamidospora dihasilkan apabila keadaan lingkungan tidak sesuai bagi patogen dan berfungsi untuk mempertahankan kelangsungan hidup patogen.

  1. Gejala penyakit

Menurut Semangun (1989), penyakit busuk akar rimpang terdapat umum di setiap pertanaman jahe di Indonesia. Di negara lain penyakit ini pun tersebar luas juga, antara lain telah dilaporkan dari Thailand, Australia, India, dan Jepang.

Lebih lanjut dikatakan, gejala yang nampak biasanya daun bagian bawah menguning, menjadi layu, pucuk tanaman mengering, dan tanaman mati. Proses kematian berlangsung selama beberapa bulan, berbeda dengan pada penyakit layu bakteri yang berlangsung lebih cepat. Pada tingkat yang awal, jika batang palsu atau akar rimpang dipotong, kadang-kadang tampak bahwa berkas pembuluh berwarna coklat. Akar rimpang yang sakit keriput dan berwarna agak kehitaman, jika dipotong tidak mengeluarkan lendir. Bagian dalam akar rimpang berwarna agak gelap karena membusuk dan akhirnya batang palsu rebah (Semangun, 1989).

Jamur Fusarium oxysporum f.sp. zingiberi tersebar luas di semua daerah produksi jahe di Jawa Tengah dengan gejala yang nampak pada rimpang yang berubah morfologinya, menjadi keriput, berwarna keputihan, dan kering. Menurut Pancasiwi (2004), jahe gajah merupakan varietas jahe yang paling rentan dengan masa inkubasi 51,0 hsi.

Santoso (1994) menjelaskan bahwa penyakit busuk rimpang jahe menunjukkan adanya perubahan warna pada daun di bagian bawah, dari hijau tua menjadi kuning dan berangsur-angsur menjadi layu. Pada serangan berat, rimpang menjadi busuk dan batang semu keriput. Pada jaringan pembuluh terlihat garis coklat yang mengakibatkan translokasi hara dan air di dalam jaringan tanaman terhambat. Proses kematian tanaman berlangsung selama beberapa bulan. Apabila tanaman dicabut, rimpang yang sakit tidak segar, kering, dan berwarna kehitaman. Apabila rimpang dibelah di bagian berwarna agak gelap dan membusuk.

Lebih lanjut Rukmana (2000) dan Soesanto et al., (2002) menerangkan bahwa penyakit layu Fusarium berbeda dengan penyakit layu bakteri. Penyakit layu bakteri disebabkan Ralstonia solanacearum mengakibatkan terjadinya pembusukan rimpang jahe, sehingga menjadi lunak, berwarna coklat tua, kebasahan, dan menimbulkan bau busuk. Alexopoulos et al., (1996) menyatakan, miselium menginvasi jaringan pembuluh, menghambat jaringan silem, menghalangi translokasi air, serta menghasilkan toksin yang menyebabkan layu dengan memengaruhi kelenturan selaput sel dan merusak metabolisme sel.

  1. Daur penyakit layu Fusarium

Daur penyakit busuk akar rimpang yaitu dapat bertahan lama di dalam tanah, khususnya apabila sebelumnya lahan ditanami dengan tanaman yang rentan. Selain terinfeksi oleh jamur yang berada dalam tanah, tanaman dapat juga menjadi sakit karena jamur yang terbawa oleh bibit yang diambil dari tanaman sakit. Penyakit dibantu oleh tanah yang kelembapannya tinggi sebagai akibat drainase yang kurang baik (Semangun, 1989).

Fusarium oxysporum f.sp. zingiberi merupakan jamur yang mampu bertahan lama dalam tanah sebagai klamidospora, yang terdapat banyak dalam akar sakit. Jamur mengadakan infeksi melalui akar. Adanya luka pada akar akan meningkatkan infeksi.  Setelah masuk ke dalam akar, jamur berkembang sepanjang akar menuju ke batang dan di sini jamur berkembang secara meluas dalam jaringan pembuluh sebelum masuk ke dalam batang palsu. Pada tingkat infeksi lanjut, miselium dapat meluas dari jaringan pembuluh ke parenkim. Jamur membentuk banyak spora dalam jaringan tanaman (Semangun, 2000).

Salah satu penyakit penting jahe adalah penyakit layu atau penyakit busuk kering rimpang yang disebabkan oleh Fusarium oxysporum. Terjadinya kelayuan akibat Fusarium oxysporum terdapat beberapa teori, yaitu teori penyumbatan, toksin, dan enzim. Teori penyumbatan menyatakan, miselium jamur pada pembuluh silem tumbuh terus, berkembangbiak dan membentuk mikrokonidium. Mikrokonidium dapat terbawa oleh aliran zat cair ke atas atau berhenti dan berkecambah membentuk miselium baru. Akibatnya, terjadi penyumbatan pada pembuluh silem oleh miselium dan gum, serta terjadinya pengerutan pada sel pembuluh. Aliran zat cair menjadi tersumbat, sehingga tanaman tampak kekurangan air serta layu (Walker, 1957).

Teori enzim, patogen menghasilkan enzim pektolisis, pektin-metil-esterase (PME), dan depolimerase (DP). Enzim memecah pektin dalam dinding sel pembuluh kayu yang juga masuk dalam dinding parenkim silem. Fragmen asam pektat masuk ke dalam pembuluh kayu dan membentuk massa koloid yang dapat menghambat pembuluh. Warna coklat pada berkas pembuluh disebabkan fenol yang terlepas dan masuk ke dalam pembuluh serta mengalami pemolimeran menjadi melamin yang berwarna coklat oleh system fenol oksidase tanaman. Bahan tadi diserap oleh pembuluh kayu yang berlignin, sehingga menyebabkan warna coklat (Semangun, 2000).

Teori toksin menyatakan bahwa toksin yang dihasilkan oleh Fusarium oxysporum, adalah asam fusarat, dehidrofusarat, dan likomarasmin (Sastrahidayat, 1990). Burgess et al. (2001) menambahkan bahwa Fusarium oxysporum menghasilkan enniatins, asam fusarat, moniliformin, nafthazarrins, dan sambutoksin, tetapi tidak menghasilkan fusarins, fusarokhromanon, serta fusaproliferin, dan yang paling penting adalah mikotoksin, fumonisins, trokhothesen, dan zearalenon. Sastrahidayat (1990) menyatakan, toksin tersebut akan mengubah kelenturan selaput plasma tanaman, sehingga tanaman yang terinfeksi lebih cepat kehilangan air daripada tanaman sehat.

Soesanto (2006) menyatakan bahwa jamur Fusarium dapat bertahan agak lama dalam tanah khususnya sebelum tanah ditanami dengan tanaman rentan. Di Indonesia, kerugian yang disebabkan oleh jamur Fusarium sangat banyak dan beragam, bahkan dapat menyebabkan berubahnya pola atau sistem pertanian. Penanganan masalah penyakit layu jahe telah dilakukan mulai dari penggunaan pestisida yang tidak ramah lingkungan sampai dengan ekspansi lahan, yaitu menanam jahe ke lahan yang belum terinfestasi dan meninggalkan lahan terinfestasi (Purnomo, 1997; 2006).

  1. Faktor yang memengaruhi penyakit

Menurut Sastrahidayat (1990), Fusarium oxysporum sangat sesuai pada tanah dengan kisaran pH 4,5-6,0; tumbuh baik pada biakan murni dengan kisaran pH 3,6-8,4; sedangkan untuk pensporaan, pH optimum sekitar 5,0. Pensporaan yang terjadi pada tanah dengan pH di bawah 7,0 adalah 5-20 kali lebih besar dibandingkan dengan tanah yang mempunyai pH di atas 7. Pada pH di bawah 7, pensporaan terjadi secara melimpah pada semua jenis tanah, tetapi tidak akan terjadi pada pH di bawah 3,6 atau di atas 8,8. Suhu optimum untuk pertumbuhan jamur Fusarium oxysporum adalah 200C dan 300C, maksimum pada 370C atau di bawahnya, minimum sekitar 50C, sedangkan optimum untuk pensporaan adalah 20-250C (Domsch et al., 1993).

  1. Forma spesialis

Fusarium oxysporum mampu menyebabkan penyakit pada tanaman budidaya. Serangan jamur tesebut dapat menyebabkan tanaman layu dan mati pada lebih dari 100 spesies tanaman. Keragaman tersebut menunjukkan keheterogenan forma spesialis jamur yang terdapat di alam. Hal ini, menurut Edel et al. (1996 dalam Soesanto, 2002) disebabkan oleh keragaman rantai rDNA jamur yang menyeluruh dan mengandung unsur genetika jamur. Keragaman genetika jamur akan mengakibatkan keragaman kenampakan atau tampilan jamur, khususnya di medium yang sama. Keragaman dalam rDNA jamur ini telah banyak dikaji untuk membedakan taksonomi jamur yang berbeda.

Lebih lanjut ditambahkan Agrios (2005), hal tersebut disebabkan oleh gen kevirulenan patogen yang khusus untuk satu atau beberapa jenis tumbuhan inang yang berkerabat. Gen yang menjadikan tumbuhan inang rentan terhadap patogen tertentu terdapat hanya pada inang atau mungkin juga pada beberapa tumbuhan inang yang berkerabat. Kekhususan gen untuk kevirulenan dan kekhususan gen untuk kerentanan dapat menerangkan mengapa suatu patogen yang virulen terhadap satu inang tidak virulen terhadap inang lain. Burgess et al. (2001) menambahkan, sifat morfologi dan urutan DNA yang dianalisis menandai adanya hubungan genetika antara masing-masing Fusarium. Selain itu, kekhususan gen juga menentukan kemampuan daya hidup dari suatu mikroba patogen yang berpengaruh terhadap kevirulenan yang dimiliki. Daya hidup berarti lamanya suatu organisme atau mikroba dapat disimpan dan masih mempunyai kemampuan untuk tumbuh dan berkembang yang tinggi (Tim Penyusun Kamus PS, 1997).

Cook et al. (1981) dan Agrios (2005) menyatakan bahwa seluruh populasi jamur patogen di dunia mempunyai ciri morfologi tertentu yang seagam dan membentuk spesies patogen. Akan tetapi, beberapa individu dari spesies tersebut hanya menyerang tanaman inang tertentu. Individu tersebut membentuk kelompok yang dinamakan “Formae specialis”. Misal  Fusarium oxysporum f.sp. zingiberi hanya menyerang tanaman jahe dan sama sekali tidak berpengaruh terhadap tanaman lainnya seperti tanaman apel, tomat, maupun tanaman yang masih satu kerabat. Dikatakan lebih lanjut bahwa setiap forma spesialis menyerang beberapa varietas tumbuhan inang tertentu tidak menyerang beberapa varietas lainnya masing-masing kelompok individu ini dinamakan dengan ras.

22 comments

  1. daur hidup ya.. klo ndak salah saya pernah baca di bukunya Plant Pathology karangan N. Agrios yang asli tapi teks bhsa inggris.. klo ndak ada di buku Compedium : Soil Fungi karangan dari Domesch teks inggris juga…

  2. kalo ciri-ciri,siklus hidupnya n all abaut jamur coletrotikum bisa saya dapet di mana yah?
    makasih, di tunggu infona secepatnya…..
    ^^

  3. >Kami Menjual Bibit GAHARU Berkualitas Rp. 500/btg
    >Kami juga menjual Inokulan (pembentuk gaharu)
    >>>> Untuk wilayah Pekanbaru Kota, Kota Rengat, Kab Bengkalis, Kab Siak, Kab Pelalawan
    HP. 0853 7624 4454
    Pengiriman keseluruh Indonesia insaallah
    >>>>Cabang Kab. Natuna
    Untuk wilayah Ranai, Natuna, Bunguran Barat, Bunguran Timur, P Langong, P Batang, P Sedanau, P selangor dan Kepulawan Anambas
    Hubungi 0853 7624 4454 Bpk. SAKIRUN HP. 0813 7233 5120
    >>>>Cabang Kab. Meranti
    Untuk wilayah Kep. Meranti, Batam, Selat Panjang, Pulau Rangsang, Rangsang Barat, Merbau, Tebing Tinggi, Karimun, Karimun Besar dan P. Mendol Hubungi 0853 7624 4454 Bpk. BAKRI HP. 0852 7203 4833
    >>>>Cabang Bengkalis dan Pulau Rupat
    Hubungi 0853 7624 4454 Bpk. Kalam HP. 081268710468

  4. adakah patogen yang bisa mengurangi fusarium, sebab fusarium sagat menghawatirkan sekali apa bila ada serangan begitu tiba-tiba biaasanya dimusim hujan yang curahnya sangat tinggi?

Tinggalkan Balasan ke dani Batalkan balasan